Читать книгу: «Cinta», страница 3
TIGA
Caitlin dan Caleb berjalan perlahan-lahan di sepanjang tepian sungai. Sisi sungai Hudson ini terlantar, dipenuhi dengan pabrik-pabrik terbengkalai dan stasiun bahan bakar yang tidak lagi digunakan. Di sini sangat terpencil, tapi damai. Ketika ia mendongak, Caitlin melihat potongan es besar mengambang di sungai, perlahan-lahan terpecah di hari bulan Maret ini. Suaranya retakan yang tajam memenuhi udara. Mereka tampak dunia lain, yang mencerminkan cahaya dalam cara aneh, ketika kabut naik perlahan. Ia merasa seperti baru saja berjalan keluar ke salah satu lembaran besar es, duduk, dan membiarkannya membawanya ke mana pun ia pergi.
Mereka berjalan dalam diam, masing-masing dalam dunia mereka sendiri. Caitlin merasa malu karena ia telah menunjukkan kemarahan seperti itu di hadapan Caleb. Malu karena ia begitu kejam, bahwa ia tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi padanya.
Ia juga malu dengan adiknya, karena dia bertingkah seperti yang ia lakukan, bahwa ia bergaul dengan pecundang seperti itu. Ia belum pernah melihat dia bertingkah seperti itu sebelumnya. Ia malu karena telah melibatkan Caleb di dalamnya. Hampir tidak ada cara baginya untuk bertemu keluarganya. Dia menganggap dirinya paling buruk. Yang, lebih dari apa pun, sangat menyakitinya.
Yang paling terburuk, ia takut ke mana mereka akan pergi dari sini. Sam telah menjadi harapan terbaiknya dalam menemukan ayahnya. Ia tidak punya gagasan lain. Jika punya, ia pasti sudah menemukan ayahnya, sendirian, beberapa tahun yang lalu. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada Caleb. Akankah ia pergi sekarang? Tentu saja dia akan pergi. Ia tidak berguna bagi Caleb, dan dia mempunyai pedang untuk ditemukan. Mengapa dia mau tinggal bersamanya?
Ketika mereka berjalan dalam diam, ia merasakan kegelisahan timbul, saat ia menerka bahwa Caleb hanya menunggu waktu yang tepat untuk memilih kata-katanya dengan hati-hati, untuk mengatakan kepadanya bahwa dia harus pergi. Seperti semua orang dalam hidupnya.
"Aku benar-benar minta maaf," ia akhirnya berkata, dengan lembut, "atas bagaimana tindakanku tadi. Aku menyesal aku kehilangan kendali."
"Jangan. Kau tidak melakukan hal yang salah. Kau sedang belajar. Dan kau sangat kuat."
"Aku juga minta maaf karena adikku bertingkah seperti itu."
Dia tersenyum. "Jika ada satu hal yang sudah aku pelajari selama berabad-abad, itu adalah kau tidak bisa mengendalikan keluargamu."
Mereka terus berjalan dalam diam. Caleb memandangi sungai.
"Jadi?" ia akhirnya bertanya. "Sekarang, apa?"
Dia berhenti dan menatap Caitlin.
"Apakah kau akan pergi?" ia bertanya dengan was-was.
Caleb tampak tenggelam dalam pikirannya.
"Bisakah kau memikirkan tempat lain di mana ayahmu mungkin berada? Siapa saja yang mengenalnya? Apa pun?"
Ia sudah mencobanya. Tidak ada apa pun. Sama sekali tidak ada. Caitlin menggelengkan kepalanya.
“Pasti ada sesuatu,” dia berkata dengan empatik. "Berpikirlah lebih keras. Ingatanmu. Tidakkah kau punya ingatan apa pun?"
Caitlin berpikir keras. Ia menutup matanya dan benar-benar menghendaki dirinya untuk ingat. Ia telah bertanya kepada dirinya pertanyaan yang sama, berulang kali. Ia pernah melihat ayahnya, berulang kali, dalam mimpi, yang tidak ia ketahui lagi apakah itu adalah mimpi atau apakah itu kenyataan. Ia bisa menceritakan satu per satu mimpi di mana ia telah berjumpa dengannya, selalu mimpi yang sama, ia berlarian di lapangan, ayahnya ada di kejauhan, kemudian dia semakin menjauh ketika dia mendekat. Tapi itu bukanlah ayahnya. Itu semua hanya mimpi.
Itu adalah kilatan masa lalu, ingatan ketika ia masih anak kecil, pergi ke suatu tempat dengan ayahnya. Entah di mana di saat musim panas, pikirnya. Ia ingat laut. Dan laut itu hangat, sangat hangat. Tapi sekali lagi, ia tidak yakin apakah itu kenyataan. Batasnya semakin lama semakin kabur. Dan Caitlin tidak bisa mengingat dengan baik di mana pantai itu berada.
"Aku sangat menyesal," kata Caitlin. "Aku harap aku punya sesuatu. Jika bukan untukmu, untuk diriku. Aku benar-benar tidak punya. Aku tidak gagasan di mana dia berada. Dan aku tidak punya gagasan bagaimana cara menemukannya."
Caleb berpaling dan menghadap sungai. Dia menghela napas dalam-dalam. Dia menatap es, dan matanya berubah warna sekali lagi, kali ini menjadi abu-abu laut.
Caitlin merasakan waktunya sudah datang. Setiap saat dia akan berpaling padanya dan menyampaikan berita tersebut. Dia akan pergi. Ia tidak lagi berguna baginya.
Ia hampir ingin mengarang sesuatu, suatu kebohongan tentang ayahnya, beberapa petunjuk, hanya supaya dia akan tinggal bersama dengannya. Namun ia tahu, ia tidak bisa melakukannya.
Ia merasa seperti akan menangis.
"Aku tidak mengerti," kata Caleb dengan lembut, masih memandangi sungai. “Aku yakin kau adalah yang terpilih.”
Dia menatap dalam diam. Itu terasa seperti berjam-jam lamanya, saat ia menunggu.
"Dan ada suatu hal lain yang tidak aku pahami," dia akhirnya berkata, dan berpaling lalu menatapnya. Matanya yang besar menghipnotis.
"Aku merasakan sesuatu ketika aku ada di dekatmu. Tidak jelas. Dengan vampir lain, aku selalu bisa melihat kehidupan yang kami alami bersama, semua waktu yang telah kami lalui, dalam jelmaan apa pun. Tapi denganmu... berkabut. Aku tidak melihat apa-apa. Itu tidak pernah terjadi padaku sebelumnya. Itu seolah-olah...aku dicegah untuk melihat sesuatu."
"Mungkin kita tidak pernah mengalami apa pun," jawab Caitlin.
Dia menggelengkan kepalanya.
"Aku akan bisa melihatnya. Denganmu, aku tidak melihat apa pun. Aku juga tidak bisa melihat masa depan kita bersama. Dan itu tidak pernah terjadi padaku. Tidak pernah—dalam 3.000 tahun. Aku merasa seperti...aku mengingatmu entah bagaimana. Aku merasa aku berada di ambang untuk melihat segalanya. Itu ada di ujung benakku. Tapi itu tidak bisa aku lihat. Dan itu membuatku putus asa."
"Yah lalu," Caitlin berkata, "mungkin memang tidak ada apa-apa. Mungkin itu hanya di sini, saat ini. Mungkin tidak pernah ada apa-apa lagi, dan mungkin tidak pernah ada apa pun."
Segera, ia menyesali kata-katanya. Ia melakukannya lagi, menyerocos, mengatakan hal-hal bodoh yang bahkan tidak ia inginkan. Mengapa ia harus berkata seperti itu? Itu adalah sama sekali berlawanan dengan apa yang sedang ia pikirkan, perasaannya. Ia ingin berkata: Ya. Aku merasakannya juga. Aku merasa aku telah bersama denganmu selamanya. Dan aku akan bersama denganmu selamanya. Namun sebaliknya, semua yang ia ucapkan salah. Itu karena ia gugup. Dan sekarang ia tidak bisa menariknya kembali.
Namun Caleb tidak tergoyahkan. Sebaliknya, dia melangkah lebih dekat, mengulurkan satu tangan, dan dengan perlahan meletakkannya di pipinya, menyibakkan rambutnya. Dia menatap lekat-lekat ke dalam matanya, dan melihat matanya berubah lagi, kali ini dari abu-abu menjadi biru. Mata itu menatapnya matanya dalam-dalam. Hubungan itu luar biasa.
Jantungnya berdegup saat ia merasakan panas yang luar biasa menyebar ke seluruh tubuhnya. Ia merasa seolah-olah ia sedang tersesat.
Apakah dia mencoba untuk mengingat? Apakah dia akan mengatakan selamat tinggal?
Ataukah dia akan menciumnya?
EMPAT
Jika ada apa pun yang sangat ia benci ketimbang manusia, itu adalah politisi. Ia tidak bisa tahan dengan sikap mereka, kemunafikan mereka, dan kebenaran mutlak mereka. Ia tidak bisa tahan dengan arogansi mereka. Dan tidak berdasarkan apa-apa. Sebagian besar dari mereka telah hidup hampir 100 tahun. Ia telah hidup lebih dari 5.000 tahun. Ketika mereka membicarakan tentang "pengalaman lampau" mereka, itu membuatnya menderita secara fisik.
Sudah menjadi takdir saat Kyle harus bersentuhan bahu dengan mereka, berjalan melewati politisi ini setiap malam, ketika ia bangun dari tidurnya dan keluar, melintasi pusat kegiatan mereka di Balai Kota. Coven Blacktide telah bercokol di tempat tinggal mereka jauh di bawah Balai Kota New York berabad-abad yang lalu, dan senantiasa ada dalam hubungan dekat dengan para politisi. Sesungguhnya, sebagian besar politisi yang seharusnya mengerumuni ruangan itu diam-diam merupakan anggota coven-nya, melaksanakan agenda mereka di seluruh kota, dan di seluruh negara bagian. Itu adalah kejahatan yang diperlukan, pergaulan ini, melakukan bisnis dengan manusia.
Namun cukup banyak dari politisi ini merupakan manusia sungguhan yang membuat kulit Kyle merinding. Dia tidak bisa membiarkan mereka begitu saja berada dalam bangunan ini. Mereka sangat mengganggunya saat terlalu dekat dengannya. Ketika Kyle sedang berjalan, ia mencondongkan bahunya kepada salah satu dari mereka, menabraknya dengan keras. "Hei!" pria itu berteriak, tapi Kyle terus berjalan, menggertakkan rahangnya dan menuju ke pintu ganda lebar di ujung koridor.
Kyle akan membunuh mereka semua jika dia bisa. Namun dia tidak diperbolehkan. Coven-nya masih harus menjawab Dewan Tertinggi, dan atas alasan apa pun, mereka masih menahan diri. Menunggu waktu bagi mereka untuk menyingkirkan ras manusia selamanya. Kyle telah menunggu selama ribuan tahun hingga saat ini, dan dia tidak tahu berapa lama lagi ia harus menunggu. Ada sedikit momen indah dalam sejarah saat mereka telah semakin dekat, saat mereka menerima lampu hijau. Pada tahun 1350, di Eropa, saat mereka semua akhirnya mencapai kesepakatan, dan telah menyebarkan Wabah Hitam bersama-sama. Itu adalah saat yang menakjubkan. Kyle tersenyum mengingatnya.
Ada juga beberapa saat indah lainnya—seperti Zaman Kegelapan, saat mereka diperbolehkan untuk melancarkan perang di seluruh Eropa, membunuh dan memerkosa jutaan orang. Kyle tersenyum lebar. Saat-saat itu adalah beberapa abad terhebat dari hidupnya.
Namun dalam beberapa ratus tahun terakhir, Dewan tertinggi telah menjadi sangat lemah, begitu menyedihkan. Seolah-olah mereka takut terhadap manusia. Perang Dunia ke-2 adalah saat yang menyenangkan, tapi sangat terbatas, dan sangat sebentar. Dia mendambakan lebih banyak. Sudah tidak ada lagi wabah besar, tidak ada perang sungguhan. Itu nyaris seolah-olah ras vampir telah lumpuh, takut akan bertambahnya jumlah dan kekuatan ras manusia.
Sekarang, akhirnya, mereka siap. Saat Kyle berjalan dengan angkuh ke pintu depan, menuruni anak tangga, keluar dari Balai Kota, dia berjalan dengan sebuah lompatan dalam langkahnya. Ia menambah kecepatan langkahnya saat dia memandang ke depan untuk perjalanannya ke Dermaga South Street. Akan ada muatan kapal besar yang menunggunya. Sepuluh ribu peti kayu Wabah Pes sempurna yang dimodifikasi secara genetik. Mereka telah menyimpannya di Eropa selama ratusan tahun, disimpan dengan sempurna sejak penyebaran wabah terakhir. Dan sekarang mereka telah memodifikasinya agar sepenuhnya kebal terhadap antibiotik. Dan itu semua akan menjadi milik Kyle. Untuk digunakan sesuai keinginannya. Untuk melancarkan sebuah perang baru di benua Amerika. Di wilayahnya.
Dia akan diingat selama berabad-abad mendatang.
Gagasan itu membuat Kyle tertawa keras, meskipun dengan ekspresi wajahnya, tawanya lebih terlihat seperti sebuah geraman.
Dia harus melapor kepada Rexius, pimpinan covennya, tentu saja, tapi itu hanya secara teknis. Sesungguhnya, dia akan menjadi pemimpinnya. Ribuan vampir dalam covennya sendiri—dan pada semua coven tetangga—akan tunduk kepadanya. Dia akan menjadi lebih kuat dibandingkan sebelumnya.
Kyle telah mengetahui bagaimana ia akan melepaskan wabah itu: dia akan menyebarkan satu muatan kapal di Stasiun Penn, satu di Grand Central, dan satu lagi di Times Square. Semuanya pada saat yang sempurna, semuanya pada jam sibuk. Itu akan bergulir dengan cepat. Dalam beberapa hari, ia memperkirakan, setengah penduduk Manhattan akan terinfeksi, dan dalam minggu berikutnya, semuanya akan terinfeksi. Wabah ini menyebar dengan cepat, dan bagaimana mereka menyebarkannya, akan dilakukan melalui udara.
Manusia yang menyedihkan akan membarikade kota itu, pasti. Menutup jembatan dan terowongan. Menutup lalu lintas udara dan kapal. Dan memang itulah yang ia inginkan. Mereka akan mengunci diri mereka sendiri dalam teror yang akan terjadi. Terkunci, sekarat karena wabah, Kyle dan ribuan kaki tangannya akan melancarkan sebuah perang vampir yang tidak menyerupai apa pun yang pernah dilihat ras manusia. Dalam hitungan hari, mereka akan menyingkirkan semua warga New York.
Dan kemudian kota itu akan menjadi milik mereka. Tidak hanya di bawah tanah, tapi di permukaan tanah. Ini akan menjadi permulaan, tanda panggilan untuk semua coven di semua kota, di semua negara, untuk berbuat demikian pula. Dalam beberapa minggu, Amerika akan menjadi milik mereka, jika bukan seluruh dunia. Dan Kyle akan menjadi seseorang yang memulai itu semua. Dia akan menjadi satu-satunya yang dikenang. Satu-satunya yang menempatkan ras vampir di permukaan tanah untuk selamanya.
Tentu saja, mereka akan senantiasa menemukan kegunaan untuk manusia yang tersisa. Mereka bisa memperbudak mereka yang selamat, mengurung mereka dalam fasilitas pembibitan yang sangat besar. Kyle akan menikmatinya. Dia akan memastikan untuk membuat mereka semua montok dan gemuk, dan kemudian, kapan pun rasnya ingin minum darah, mereka akan mempunyai berbagai macam pilihan yang tak kunjung habis. Semuanya sempurna. Ya, manusia akan menjadi budak yang baik. Dan menjadi makanan yang sangat lezat, jika dikembang-biakkan dengan benar.
Terbit air liur Kyle saat membayangkannya. Masa yang hebat berada di depannya. Dan tidak ada yang akan menghalangi langkahnya.
Tidak ada, yaitu, kecuali coven Putih sialan itu, yang bercokol di bawah Biara. Ya, mereka akan menjadi duri dalam daging. Tapi bukan duri yang besar. Setelah ia menemukan gadis yang mengerikan, Caitlin, dan sang pengkhianat yang membangkang itu, Caleb, mereka akan menuntun dia menuju pedang itu. Dan kemudian, coven Putih tidak akan berdaya. Tidak akan ada lagi yang tersisa untuk menghalangi jalannya.
Kyle terbakar dengan kemarahan saat dia memikirkan bocah perempuan bodoh itu, yang kabur dari genggamannya. Dia telah memperdayanya.
Ia berbelok ke Wall Street, dan seorang pejalan kaki, seorang pria besar, mendapatkan kemalangan karena berjalan di jalannya. Ketika mereka berpapasan, Kyle menabrakkan bahunya kepada pria itu sekeras mungkin. Pria itu terhuyung ke belakang beberapa kaki, menabrak sebuah dinding.
Pria itu, berpakaian dalam setelan yang bagus, berteriak, "Hei sobat, apa masalahmu!?"
Namun membalas dengan seringai, dan ekspresi pria itu berubah. Dengan tinggi sekitar enam kaki, bahu yang besar, dan sosok yang sangat besar, Kyle bukanlah seseorang yang bisa ditandingi. Pria itu, kendati ukuran tubuhnya besar, segera berbalik dan terus berjalan. Dia tahu yang lebih baik.
Menabrak pria itu membuat dia merasa sedikit lebih baik, namun kegusaran Kyle masih menyala. Dia akan menangkap gadis itu. Dan membunuhnya dengan perlahan.
Tapi sekarang bukanlah saatnya. Ia harus menjernihkan kepalanya. Ia mempunyai hal yang lebih penting untuk dilakukan. Muatan kapal itu. Dermaga.
Ya, dia menarik napas dalam-dalam, dan dengan perlahan tersenyum lagi. Muatan kapal itu hanya beberapa blok lagi.
Ini akan menjadi hari Natalnya.
LIMA
Sam bangun dengan sakit kepala yang luar biasa. Ia membuka satu mata, dan menyadari dia telah pingsan di lantai lumbung, di atas jerami. Dingin. Tidak seorang pun dari temannya mau bersusah payah menyalakan perapian pada malam sebelumnya. Mereka semua sudah terlampau teler.
Yang lebih buruk, ruangan itu masih berputar-putar. Sam mengangkat kepalanya, menarik sepotong jerami dari mulutnya, dan merasakan rasa sakit yang luar biasa di pelipisnya. Dia telah tertidur dalam posisi yang aneh, dan lehernya sakit saat ia memutarnya. Ia menggosok matanya, mencoba untuk menyingkirkan jaring laba-laba itu, tapi jaring itu tidak mau lepas begitu saja. Ia merasa terlalu berlebihan semalam. Ia ingat bong itu. Kemudian bir, lalu Southern Comfort, kemudian bir lagi. Muntah. Lalu beberapa ganja lagi, untuk meredakan semuanya. Lalu pingsan, kurang lebih pada malam hari. Kapan atau di mana, ia tidak benar-benar bisa ingat.
Ia lapar tapi mual pada saat yang sama. Ia merasa seperti ia bisa memakan setumpuk pancake dan selusin telur, namun ia juga merasa ia akan muntah pada saat ia makan. Sesungguhnya, ia merasa seperti akan muntah lagi sekarang.
Ia mencoba mengumpulkan semua peristiwa dari hari sebelumnya. Ia ingat Caitlin. Yang itu, ia tidak lupa. Itulah yang sangat mengacaukan pikirannya. Kemunculannya di sini. Dia menjatuhkan Jimbo seperti itu. Anjing itu. Apa-apaan? Apakah itu semua benar-benar terjadi?
Ia menoleh dan melihat lubang di sisi dinding, di mana anjing itu tadinya terlempar keluar. Ia merasakan udara dingin masuk, dan tahu bahwa peristiwa itu memang terjadi. Ia tidak benar-benar tahu apa yang harus dilakukan. Dan siapakah pria yang bersama dengan Caitlin? Pria itu terlihat seperti gelandang NFl, tapi luar biasa pucat. Dia tampak seolah-olah baru saja keluar dari the Matrix. Sam bahkan tidak bisa menerka berapa usianya. Hal yang aneh adalah, Sam agak merasa seperti ia mengenalnya entah di mana.
Sam memandang berkeliling dan melihat semua temannya, pingsan dalam berbagai posisi, sebagian besar dari mereka mengorok. Ia meraih jam tangannya di lantai, melihat bahwa sekarang pukul 11 siang. Mereka masih akan tidur sebentar lagi.
Sam melintasi lumbung dan menyambar sebotol air. Ia baru saja akan minum, ketika ia menunduk dan melihat botol itu dipenuhi dengan puntung rokok. Dengan jijik, ia menaruhnya, dan mencari botol yang lain. Di sudut matanya, ia melihat setengah teko air di lantai. Ia meraihnya dan minum, dan tidak berhenti minum sampai menghabiskan hampir setengahnya.
Itu terasa lebih baik. Kerongkongannya terasa begitu kering. Ia menarik napas dalam-dalam, dan meletakkan satu tangan di pelipisnya. Ruangan itu masih berputar-putar. Bau sekali di sini. Ia harus keluar.
Sam melintasi ruangan itu dan mendorong pintu lumbung supaya terbuka. Udara pagi yang dingin terasa enak. Syukurlah, hari ini mendung. Meski masih nampak terang sekali, dan ia menyipitkan mata. Namun hampir tidak seburuk seperti biasanya. Dan salju masih turun lagi. Bagus. Salju lagi.
Sam selalu menyukai salju. Khususnya di hari-hari bersalju, ketika ia bisa tinggal di rumah dan tidak masuk sekolah. Ia ingat pergi bersama Caitlin ke atas bukit dan naik kereta luncur setengah hari itu.
Tapi sekarang dia lebih sering membolos sekolah, jadi itu tidak benar-benar terasa perbedaannya. Sekarang, sekolah hanyalah hal yang memuakkan.
Sam merogoh sakunya dan mengeluarkan sekotak rokok yang penyok. Ia meletakkan sebatang rokok di bibirnya dan menyalakannya.
Ia tahu ia tidak seharusnya merokok. Tapi semua teman-temannya merokok, dan mereka terus mendorongnya kepadanya. Pada akhirnya, dia berkata kenapa tidak? Jadi ia mulai merokok beberapa minggu yang lalu. Sekarang, dia agak menyukainya. Ia batuk lebih banyak lagi, dan dadanya sudah menyakitinya, namun dia bertanya-tanya, apa-apaan? Ia tahu itu akan membunuhnya. Namun ia tidak benar-benar melihat dirinya hidup sepanjang itu. Dia tidak akan berumur panjang. Entah di mana, di lubuk hatinya, dia tidak pernah benar-benar percaya ia akan mencapai umur 20 tahun.
Sekarang karena kepalanya mulai jernih, ia memikirkan tentang perihal kemarin lagi. Caitlin. Ia merasa bersalah tentang itu. Sangat bersalah. Ia menyayanginya. Ia sangat menyayanginya. Ia telah datang jauh-jauh ke sini untuk bertemu dengannya. Mengapa ia bertanya kepadanya tentang Ayah? Apakah ia hanya berkhayal?
Ia tidak percaya bahwa dia juga ada di sana. Ia bertanya-tanya apakah ibu mereka panik karena dia pergi. Dia pasti panik. Ia bertaruh ibu mereka panik saat ini. Mungkin mencoba mencari mereka. Tapi, mungkin ibu tidak panik. Siapa yang peduli? Ibu sudah terlalu sering berpindah-pindah.
Tapi Caitlin. Itu adalah hal berbeda. Ia tidak seharusnya memperlakukannya seperti itu. Ia seharusnya bertingkah lebih baik. Ia hanya terlampau teler pada saat itu. Tetap saja, ia merasa bersalah. Ia mengira ada sebagian dari diriya yang menginginkan semuanya kembali normal, apa pun itu. Dan dia adalah hal yang paling dekat yang ia miliki supaya menjadi normal.
Mengapa dia kembali? Apakah dia pindah kembali ke Oakville? Kalau iya, keren sekali. Mungkin mereka bisa menemukan tempat untuk ditinggali bersama-sama. Yah, semakin Sam memikirkannya, semakin ia menyukai gagasan itu. Ia ingin berbicara kepadanya.
Sam menyeka ponselnya dan melihat lampu merah berkedip. Ia menekan ikon itu dan melihat bahwa ia mempunyai satu pesan baru di Facebook. Dari Caitlin. Dia ada di lumbung tua.
Sempurna. Itulah ke mana ia akan pergi.
*
Sam memarkir kendaraan, dan berjalan melintasi properti itu, menuju ke lumbung tua. "Lumbung tua" sebutan bagi mereka. Mereka berdua tahu apa itu maksudnya. Itu adalah tempat di mana mereka selalu pergi ketika mereka tinggal di Oakville. Lumbung itu ada di belakang sebuah properti dengan sebuah rumah kosong yang sudah dijual selama bertahun-tahun. Rumah itu hanya berdiri di sana, kosong, terlalu berlebihan. Tidak seorang pun mau datang untuk melihatnya, sejauh yang mereka ketahui.
Dan di bagian belakang rumah itu, di jalan belakang, ada lumbung yang sangat keren ini, lumbung itu hanya berdiri di sana, kosong melompong. Sam telah menemukan lumbung itu pada suatu hari, dan menunjukkannya kepada Caitlin. Tidak seorang pun dari mereka yang melihat ada bahaya untuk nongkrong di dalamnya. Mereka berdua membenci trailer kecil mereka, terperangkap di sana dengan ibu mereka. Pada suatu melam mereka tetap terjaga sampai malam di dalam lumbung itu, mengobrol, membakar marshmallow di perapiannya yang sangat keren, dan mereka berdua tertidur. Setelah itu, mereka pergi ke sana lagi dan lagi, khususnya ketika semuanya menjadi terlalu kacau di rumah. Setidaknya, mereka menggunakannya. Setelah beberapa bulan, mereka mulai merasa seolah-olah itu adalah tempat mereka.
Sam berjalan melintasi rumah itu, melompat dalam langkahnya, saat ia berharap untuk berjumpa Caitlin. Kepalanya benar-benar jernih sekarang, khususnya setelah kopi Dunkin' Donuts besar yang ia teguk di mobil dalam perjalanan. Ia tahu, pada usia 15 tahun, ia tidak seharusnya menyetir. Namun ia masih beberapa tahun lamanya untuk mendapatkan SIMnya, dan ia tidak ingin menunggu. Ia belum pernah menabrak. Dan ia tahu cara menyetir. Jadi kenapa harus menunggu? Teman-temannya mengizinkannya untuk meminjam kendaraan pengangkut mereka, dan kendaraan itu sudah cukup baginya.
Setelah Sam mendekati lumbung, ia tiba-tiba bertanya-tanya apakah pria besar itu akan ada bersamanya. Ada sesuatu tentang pria itu... ia tidak bisa benar-benar mengingatnya. Ia tidak bisa menerka apa yang dia lakukan dengan Caitlin. Apakah mereka pacaran? Caitlin biasanya selalu memberitahu dirinya segalanya. Bagaimana bisa ia tidak pernah mendengar apa-apa tentang dia sebelumnya?
Dan mengapa Caitlin tiba-tiba bertanya tentang Ayah? Sam jengkel kepada dirinya sendiri, karena sesungguhnya ada kabar yang ingin sampaikan kepadanya. Tentang hari sebelumnya. Ia akhirnya mendapatkan sebuah jawaban di salah satu permintaan Facebooknya. Itu adalah Ayah mereka. Itu benar-benar dia. Dia berkata dia merindukan mereka, dan ingin bertemu mereka. Akhirnya. Setelah bertahun-tahun lamanya. Sam sudah membalasnya. Mereka mulai berbicara lagi. Dan Ayah ingin menemuinya. Bertemu mereka berdua. Mengapa Sam belum memberitahunya? Yah, setidaknya ia bisa mengatakan kepada dirinya sekarang.
Ketika Sam berjalan, salju bergemeretak di bawah sepatu bootnya, salju jatuh di sekelilingnya dengan laju yang meningkat, ia mulai merasa gembira lagi. Dengan adanya Caitlin, segalanya akan kembali normal. Mungkin dia muncul di saat yang tepat, ketika ia sangat kacau, untuk membantu menyentakkan dirinya keluar dari kekacauan itu. Dia senantiasa mempunyai cara untuk melakukannya. Mungkin ini adalah kesempatannya.
Ketika ia merogoh sakunya untuk satu rokok lagi, ia menghentikan dirinya sendiri. Mungkin ia bisa mengubahnya.
Sam meremas bungkus rokok itu dan melemparkannya di rerumputan. Ia tidak membutuhkannya. Ia sudah lebih kuat dibandingkan itu.
Ia membuka pintu lumbung, siap untuk mengejutkan Caitlin dan memberinya sebuah pelukan besar. Ia akan menyampaikan kepadanya bahwa ia menyesal. Dia akan meminta maaf juga, dan segalanya akan menjadi luar biasa lagi.
Namun lumbung itu kosong.
"Halo?" Sam berseru, ia tahu, bahkan pada saat ia melakukannya, bahwa tidak seorang pun ada di sana.
Ia melihat bara yang mati dari sebuah api di perapian, perapian itu pasti telah dipadamkan beberapa jam yang lalu. Namun tidak ada tanda-tanda benda apa pun, apa pun yang bisa menunjukkan bahwa mereka masih ada di sana. Dia sudah pergi. Mungkin dengan pria itu. Mengapa dia tidak mau menunggu dirinya? Memberinya sebuah kesempatan? Bahkan hanya beberapa jam?
Sam merasa seolah-olah seseorang baru saja meninjunya sekeras mungkin di perutnya. Kakaknya sendiri. Dia tidak lagi peduli kepadanya.
Ia harus duduk. Ia duduk di sebuah tumpukan rumput kering, dan menyandarkan kepalanya di tangannya. Ia bisa merasakan sakit kepalanya kembali. Dia benar-benar melakukannya. Dia pergi. Apakah dia pergi untuk selamanya? Di lubuk hatinya, ia merasa dia pergi untuk selamanya.
Sam akhirnya menarik napas dalam-dalam. Baiklah.
Ia merasakan dirinya lebih kuat. Ia sendirian sekarang. Ia tahu bagaimana cara untuk mengatasinya. Ia tidak membutuhkan siapa pun, apa pun.
"Halo di sana,"
Itu adalah sebuah suara wanita yang cantik dan lembut.
Sam mendongak, berharap untuk sedetik bahwa itu adalah Caitlin. Namun ia sudah tahu, pada saat ia mendengarnya, bahwa itu bukanlah dia. Suara itu adalah suara paling indah yang pernah ia dengar.
Seorang gadis berdiri di jalan masuk menuju lumbung, bersandar dengan santai di dinding. Wah. Dia sangat menakjubkan. Dia mempunyai rambut merah panjang dan mata hijau muda. Tubuh yang sempurna. Dan dia kelihatan seusianya, mungkin beberapa tahun lebih tua. Wah. Dia sedang merokok.
Sam berdiri.
Sam hampir tidak bisa memercayainya, tapi caranya memandang dirinya, terlihat seolah-olah dia sedang merayu, seolah-olah dia naksir kepadanya. Ia tidak pernah melihat seorang gadis melihatnya seperti itu. Ia tidak bisa memercayai keberuntungannya.
"Aku Samantha," dia berkata dengan manis, melangkah maju dan mengulurkan satu tangan.
Sam melangkah maju dan menjabat tangannya. Kulitnya begitu lembut.
Apakah ia bermimpi? Apakah yang dilakukan gadis ini di sana, tidak di mana-mana? Bagaimana dia sampai ke sini? Ia tidak mendengar sebuah mobil menepi, atau bahkan mendengar siapa pun berjalan ke arah lumbung. Dan ia baru saja sampai di sana. Ia tidak mengerti.
"Aku Sam," ujarnya.
Dia tersenyum lebar, menunjukkan gigi putih yang sempurna. Senyumnya luar biasa. Sam merasa lututnya lemas, saat dia langsung menatap ke arahnya.
"Sam, Samantha," katanya. "Aku suka mendengar bunyinya."
Ia balas menatapnya, kehilangan kata-kata.
"Aku melihatmu di luar sana dan mengira kau pasti kedinginan," katanya. "Maukah kau masuk?"
Sam mencoba memahaminya, tapi ia tidak bisa menerka apa yang maksudkan.
"Masuk?"
"Ke rumah," ujarnya, tersenyum semakin lebar, seolah-olah itu adalah hal yang paling jelas di dunia. "Tahukah kau, itu punya dinding dan jendela?"
Sam mencoba untuk memahami apa yang dia katakan. Mengundang dirinya masuk ke rumah? Rumah yang sedang dijual? Mengapa dia mengundangnya masuk?
"Aku baru saja membelinya," dia berkata, seolah-olah menjawab pikirannya. "Aku belum punya kesempatan untuk menurunkan tanda Untuk Dijual," dia menambahkan.
Sam terkejut. “Kau membeli rumah itu? "
Dia mengangkat bahu. "Aku harus tinggal di suatu tempat. Aku akan sekolah di Oakville High. Harus menyelesaikan tahun seniorku."
Wah. Jadi, itulah sebabnya.
Jadi, dia ada di Oakville. Dan seorang senior. Mungkin ia juga akan kembali ke sekolah. Yah. Jika dia ada di sana, kenapa tidak?
"Ya, tentu, entahlah," ujarnya, sebiasa mungkin. "Kenapa tidak? Senang sekali bisa melihatnya."
Mereka berbalik dan berjalan bersama-sama, kembali menuju rumah. Saat mereka berjalan, Sam berjalan melewati bungkus rokoknya yang penyok, mengulurkan tangan dan mengambilnya. Dengan kepergian Caitlin, siapa yang peduli?
"Jadi, apakah kau, begini, baru pindah ke sini?" Sam bertanya.
Ia tahu itu adalah pertanyaan yang bodoh. Dia sudah mengatakan kepada dirinya siapa dia. Tapi ia tidak tahu apa lagi yang harus dikatakan. Ia tidak pernah bisa bercakap-cakap dengan baik.
Dia hanya tersenyum. "Semacam itulah."
"Kenapa di sini?" tambahnya. "Maksudku, jangan tersinggung, tapi kota ini menyebalkan."
"Ceritanya panjang," ujarnya dengan misterius.
Ada sesuatu yang mengejutkannya.
"Jadi, begini, tunggu sebentar, apakah kau, begini, katakanlah kau membeli rumah itu? Kau sendiri yang membelinya? Bukannya yang kau maksud orang tuamu?"
"Bukan, itu maksudnya aku. Aku sendiri," jawabnya. "Aku membelinya sendiri."
Ia masih tidak bisa mengerti. Ia tidak ingin terdengar seperti orang bodoh, tapi ia harus mencari tahu hal ini.
"Jadi, begini, rumah itu hanya untukmu? Lalu, orang tuamu—"
"Orang tuaku sudah meninggal," ujarnya. "Aku membelinya sendiri. Untukku. Aku sudah 18 tahun. Aku sudah dewasa. Aku bisa melakukan apa pun yang aku inginkan."
"Wah," Sam berkata, sangat terkesan. "Itu keren sekali. Seluruh rumah untuk dirimu sendiri. Wah. Maksudku, aku minta maaf tentang orang tuamu, tapi aku... aku hanya tidak tahu siapa pun bisa seperti itu, yah, bisa memiliki sebuah rumah di usia kita."
Dia menatapnya dan tersenyum. "Akan ada banyak kejutan yang akan kau ketahui tentang aku."
Dia membuka pintu dan mengamati saat ia berjalan masuk, memasuki rumah itu dengan antusias.
Ia begitu mudah untuk ditipu.
Dia menjilat bibirnya, merasakan rasa lapar samar-samar yang muncul di depan giginya.
Бесплатный фрагмент закончился.